Rabu, 02 Maret 2011

PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM OPERASIONAL PRODUK PERBANKAN

1. Prinsip Syariah dalam Perbankan

Istilah Prinsip Syariah terdapat dalam Pasal 1 angka 13 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepimilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Pengertian Prinsip Syariah juga tertuang dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 21 Tahun 2008 yakni prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenengan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Berdasarkan ketentuan ini, maka apa itu prinsip syariah dan implementasinya dalam praktik perbankan terkait dengan rukun dan syaratnya berpedoman pada berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang terkait dengan Perbankan Syariah.

2. Produk Perbankan Syariah

Pengertian mengenai produk bank dapat kita jumpai dalam PBI. No. 10/ 17/ PBI/ 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Pasal 1 angka 5 PBI menyebutkan bahwa Produk Bank, yang selanjutnya disebut produk, adalah produk yang dikeluarkan Bank baik disisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank yang sesuai dengan Prinsip Syariah, tidak termasuk produk lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai agen pemasaran.

Melihat minat masyarakat yang semakin meningkat serta didorong oleh adanya perkembangan yang terjadi di Negara lain. Bank Indonesia kemudian juga mengeluarkan regulasi berupa PBI, antara lain PBI No. 7/ 46/ PBI/ 2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. PBI dimaksud pada tahun 2007 dicabut dengan PBI No. 9/ 19/ PBI/ 2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

Berdasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud, produk perbankan syariah dapat kita klasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu : (1) produk penghimpunan dana ; (2) produk penyaluran dana; dan (3) produk di bidang jasa

1. Produk Penghimpunan Dana

Sama halnya dengan produk pada perbankan konvensional, produk perbankan syariah dibidang penghimpunan dana ini disebut sebagai simpanan yaitu dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu.

a. Giro. Produk giro dapat menggunakan akad wadiah maupun akad mudharabah.

b. Deposito. Produk deposito karena memang ditujukan sebagai sarana investasi, maka dalam praktik perbankan syariah hanya digunakan akad mudharabah.

c. Tabungan. Seperti pada giro, maka dalam produk tabungan ini nasabah dapat memilih untuk menggunakan akad wadiah atau mudharabah.

2. Produk Penyaluran Dana

Sebagai lembaga intermediasi, maka bank syariah di samping melakukan kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk simpanan juga akan menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan (financing).

Penerapan dari akad-akad tradisional islam kedalam produk pembiayaan bank adalah sebagai berikut:

a. Pembiayaan berdasarkan akad jual beli. Jenis pembiayaan berdasarkan akad jual beli ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan istishna.

b. Pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa. Jenis pembiayaan ini diberikan kepada nasabah yang ingin mendapatkan manfaat atas suatu barang tertentu tanpa perlu memiliki.

c. Pembiayaan berdasarkan akad bagi hasil. Ini ditujukan untuk memenuhi kepentingan nasabah akan modal atau tambahan modal untuk melaksanakan suatu usaha yang produktif.

d. Pembiayaan berdasarkan akad pinjam-meminjam ini ditempuh bank dalam keadaan darurat (emergency situation), karena prinsipnya melalui pembiayaan berdasarkan akad pinjam-meminjam ini bank tidak boleh mengambil keuntungan dari nasabah sedikitpun, kecuali hanya sebatas biaya administrasi yang benar-benar dipergunakan oleh pihak bank dalam proses pembiayaan.

3. Produk jasa

Produk jasa bank merupakan produk yang saaat ini terus dikembangkan. Produk ini dikatakan sebagai produk yang berbasis pada fee sebagai kompensasi yang harus diberikan nasabah kepada bank atas penggunaan jasa perbankan tertentu. Akad-akad tradisional islam yang dapat diimplementasikan dalam produk jasa bank syariah antara lain berupa akad wakalah, akad hiwalah, akad kafalah, akad rahn, akad sharf, dan sebagainya. Penggunaan akad wakalah dalam produk jasa perbankan berupa kliring, inkaso, jasa transfer, dan letter of credit (L/C), kemudian akad hiwalah dipakai oleh bank dalam melakukan jasa berupa factoring, dan akad kafalah dipakai oleh bank dalam bentuk fasilitas bank garansi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Ansori Abdul G, SH,.MH . 2010. Pembentukan Bank Syariah (Melalui Akuisisi dan Konversi Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam). Jakarta: UII Press

2. Dr. Muhammad, M.AG. dan Dwi Suwiknyo, SEI, MSI. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah. Yogyakarta: TrustMedia